Alat yang kemudian dikenal sebagai Ombrometer ini dipasang untuk mengontrol penerimaan air hujan secara langsung. Sengaja dipasang di tempat terbuka agar dapat digunakan oleh semua orang dan mudah untuk dipelajari.
“Kita tahu bahwa Kabupaten Luwu Utara ini adalah wilayah yang masuk dalam zona non musim, yang artinya batas musim kemarau dan musim penghujan sulit dipetakan,” kata Suaib dalam akun facebooknya, Suaib Mansur Official.
Hal itu, kata dia, menyebabkan Kabupaten Luwu Utara tidak mengenal musim kemarau. “Meski sudah memasuki bulan Juli, beberapa hari belakangan ini, hujan dengan intensitas ringan hingga berat sering mengguyur wilayah kita,” terangnya.
Itulah kemudian pagi kemarin, mantan Kadis PUPR ini menyempatkan mengecek Ombrometer saat hari pertama masuk kantor pasca-iduladha. “Sebelum beraktivitas kemarin, kami cek, dan Alhamdulillah, berfungsi baik,” ungkapnya.
Tak lupa ia mengingatkan, utamanya yang saban hari beraktivitas di luar rumah menggunakan kendaraan untuk berhati-hati jika hujan. “Harus selalu berhati-hati terhadap jalanan licin akibat hujan serta pohon-pohon di sekitar jika angin kencang terjadi,” ucapnya mengingatkan.
Untuk diketahui, Ombrometer atau alat penakar curah hujan ini memiliki kelebihan tersendiri. Dikutip dari berbagai sumber, alat ini digunakan secara manual dan bisa membaca ketelitian hingga 0,1 mm. Pembacaan alat ini juga tidak sembarang waktu.
Hanya pada waktu-waktu tertentu saja, biasanya dibaca pada pagi hari pukul 07.00 pagi. Curah hujan memiliki arti bahwa setiap 1 mm memiliki luasan satu meter persegi dengan tempat yang datar dan tertampung air setinggi 1 mm atau 1 liter.
Ombrometer pertama kali ditemukan oleh Menlo Park atau Thomas Alva Edison. Thomas adalah sosok yang pertama kali memproduksi secara massal setiap penemuannya. Alat ini biasanya dipasang di tempat yang memiliki sirkulasi udara yang baik.(*)