KABARTA.ID, SINJAI–-Kebijakan yang dikeluarkan Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) menuai sorotan tajam dari masyarakat. Sejumlah pihak menilai, kebijakan yang dijalankan lebih berorientasi pada kepuasan pimpinan ketimbang memperhatikan kepentingan rakyat.
Kritik ini muncul setelah gonjang ganjing PBB PP kabupaten Sinjai yang di nilai keputusannya dianggap tidak transparan dan memberatkan warga.
Salah satunya terkait penyesuaian pajak yang dinilai mendadak tanpa sosialisasi yang jelas.
“Bapenda mestinya bekerja untuk masyarakat, bukan sekadar menyenangkan atasan.
Kebijakan yang lahir harus berdampak baik bagi warga, bukan malah menimbulkan keresahan,” ujar Dani, kamis (4/9/2025).
Menurutnya, kebijakan yang hanya mementingkan kepuasan pimpinan berpotensi mengikis kepercayaan publik terhadap pemerintah daerah. Ia mendesak agar Bapenda lebih terbuka dalam menyusun kebijakan serta mengutamakan asas keadilan.
Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Sinjai, Asdar Amal Dharmawan, yang tengah perjalan menuju Makassar,melalui seluler
memastikan tidak ada kenaikan PBB PP di Sinjai melainkan hanya penyusaian.
“Penetapan tarif PBB PP di Sinjai sudah diatur dalam Perda PDRD No 3 Tahun 2023 dan telah berlaku sejak Januari 2024. Hal ini berarti tarif pajak tidak berubah dari tahun sebelumnya. Yang mengalami penyesuaian adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) bangunan, bukan NJOP bumi atau tanah.
Nilai NJOP tanah tetap sama sejak diserahkan dari Pajak Negara pada tahun 2014, dengan tarif terendah Rp1.700 per meter persegi hingga Rp285.000 per meter persegi,”singkatnya.
Menanggapi keluhan masyarakat, pengamat politik Sulsel yang juga CEO PT Duta Politika Indonesia (DPI) Dedi Alamsyah Mannaroi, menyarankan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sinjai untuk menahan kenaikan atau yang di istilahkan penyusaian PBB PP.
“Apapun istilahnya PBB PP itu,
Saran saya, Pemkab Sinjai tahan diri lah, tidak usah overlap.
Banyak kabupaten yang sekarang batal naikkan PBB PP.
Seperti Bone.
Secara tekhnis menaikkan pajak saat ini adalah sebuah keserakahan terstruktur.
Memerintah itu dengan hati, otak dan perasaan bukan dengan nafsu.Kondisi lagi buruk mau paksakan atau naikkan pajak ? Sungguh terlalu !, jangan sampai nanti Sinjai seperti Daerah lain, jangan ada kejadian baru menyesal,” jelas, Abangda, sapaan akrab Dedi Alamsyah Mannaroi.
Sebelumnya,kebijakan pemkab Sinjai terkait Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-PP) menuai sorotan tajam.
Sejumlah warga menilai Pemkab bak tokoh dongeng Pinokio yang identik dengan kebohongan, karena dianggap kerap mengingkari janji dan memberikan informasi yang tidak konsisten kepada masyarakat.
Warga mengungkapkan kekecewaannya lantaran kebijakan kenaikan PBB-PP tidak disertai dengan transparansi yang jelas.
Padahal sebelumnya, Pemkab menjanjikan bahwa penyesuaian pajak dilakukan secara bertahap dan tetap memperhatikan kondisi ekonomi rakyat.
“Katanya hanya penyesuaian kecil, tapi ternyata naiknya signifikan. Kami merasa dibohongi. Pemkab seperti Pinokio, manis di kata tapi pahit di kenyataan,”ungkap Ocha seorang warga Sinjai dengan nada kesal.
Keresahan warga semakin menguat karena mereka merasa tidak dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan.
Sosialisasi yang dilakukan dinilai nol, bahkan ada warga yang baru mengetahui kenaikan PBB-PP setelah menerima tagihan.
Terpisah, Rahmat menilai bahwa langkah Pemkab tersebut berpotensi merusak kepercayaan publik.
“Kebohongan publik sekecil apapun akan meninggalkan luka. Jika masyarakat sudah memberi label Pemkab seperti Pinokio, itu tanda krisis kepercayaan,”ujarnya.
Hingga berita ini diturunkan, Bupati Sinjai belum memberi tanggapan.
Namun, desakan agar kebijakan ini ditinjau ulang semakin menguat, terutama dari kelompok masyarakat kecil yang paling merasakan beban kenaikan pajak tersebut. (Bgs)