KABARTA ID, BONTANG — Peraturan Pemerintah (PP) nomor 28 Tahun 2024, tentang melegalkan praktik aborsi untuk korban rudapaksa atau perkosaan dapat tanggapan dari Anggota DPRD Bontang.
Anggota Komisi I DPRD Kota Bontang, Tri Ismawati menegaskan menolak peraturan tersebut.
Dia beranggapan alih-alih melegalkan aborsi, pemerintah seharusnya fokus pada penguatan hukum terhadap pelaku kekerasan seksual.
Tri Ismawati menyatakan, peraturan ini justru akan mengalihkan perhatian dari upaya serius untuk menanggulangi kekerasan seksual. Menurutnya, legalisasi aborsi dapat menambah kompleksitas masalah tanpa mengatasi akar penyebab kekerasan seksual.
“Pemerintah seharusnya tidak hanya fokus pada legalisasi aborsi, tetapi lebih pada penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku kekerasan seksual,” ujar kepada media.
Lebih jauh, ia menjelaskan, PP Nomor 28 Tahun 2024 yang mengizinkan aborsi bagi korban pemerkosaan dan kondisi medis darurat, malah berpotensi mengurangi upaya pencegahan kekerasan seksual. Kata dia, kebijakan ini seakan memberikan solusi sementara tanpa menyelesaikan masalah utama, yaitu bagaimana melindungi perempuan dari kekerasan dan memberikan hukuman yang setimpal bagi pelakunya.
Selain itu, ia menilai bahwa kebijakan ini bisa memperburuk situasi dengan meningkatkan risiko kesehatan bagi perempuan dan memberikan jalan keluar yang tidak menyelesaikan akar permasalahan.
“Aborsi adalah tindakan yang membawa risiko kesehatan jangka panjang dan tidak menyelesaikan masalah kekerasan yang dialami korban. Sebaliknya, kita harus meningkatkan upaya hukum untuk melawan kejahatan ini,” ujarnya.
Tri juga mengkritisi bahwa melegalkan aborsi dapat mengalihkan perhatian dari kebutuhan mendesak untuk memperketat hukum terhadap pelaku kekerasan seksual. Semestinya, pemerintah serius melindungi perempuan, fokus utama harus pada penegakan hukum yang lebih ketat dan perlindungan yang lebih baik untuk korban.
Selain itu, Tri mengimbau agar masyarakat bersama-sama mendukung reformasi hukum yang lebih kuat dan efektif dalam menanggulangi kekerasan seksual. Ia juga menyarankan bahwa sebagai langkah awal, pemerintah harus memperkuat sistem hukum dan meningkatkan akses bagi korban untuk melaporkan kasus kekerasan.
“Penting bagi kita untuk menciptakan sistem hukum yang lebih responsif dan memberikan keadilan bagi korban kekerasan seksual. Kita harus memastikan bahwa pelaku kekerasan seksual dihadapi dengan sanksi yang tegas dan bahwa korban mendapatkan perlindungan serta dukungan yang memadai,” tegas Tri.
Tri menambahkan bahwa kebijakan yang ada saat ini tidak cukup efektif dalam menangani permasalahan kekerasan seksual dan aborsi. berharap pemerintah akan mengalihkan fokus dari legalisasi aborsi ke upaya yang lebih efektif dalam menanggulangi kekerasan seksual.