Advertorial

Alat Kontrasepsi Bagi Remaja, DPRD Bontang Minta Kebijakan Ini Dikaji Ulang

827
×

Alat Kontrasepsi Bagi Remaja, DPRD Bontang Minta Kebijakan Ini Dikaji Ulang

Sebarkan artikel ini

KABARTA ID, BONTANG — Anggota Komisi I DPRD Kota Bontang, Tri Ismawati meminta pemerintah mengkaji ulang Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 yang diteken pada 26 Juli 2024 lalu.

Diketahui PP ini mengatur layanan kesehatan reproduksi, termasuk dalam Pasal 103 ayat (4) huruf e yang mencakup penyediaan alat kontrasepsi sebagai bagian dari pelayanan kesehatan untuk remaja.

Memang tujuan dari PP ini baik dengan meningkatkan kesehatan reproduksi, terutama dalam pencegahan penyakit menular seksual dan kehamilan yang tidak diinginkan, namun kebijakan ini dinilai rawan disalahkan gunakan.

“Penyediaan alat kontrasepsi kepada anak usia sekolah dan remaja perlu dipertimbangkan dengan hati-hati,” ujarnya.

Ia menjelaskan bahwa sebelumnya, pembelian alat kontrasepsi diatur dengan ketat, memerlukan bukti usia melalui KTP. Kini, akses yang lebih mudah bagi remaja dapat mempengaruhi perilaku mereka.

Baca Juga:  Sumardi Dukung Penerapan Tilang Elektronik di Kota Bontang

Meski kebijakan ini dirancang untuk mengurangi penyebaran penyakit menular seksual seperti HIV/AIDS yang meningkat di kalangan remaja. Namun, ia menekankan perlunya pendekatan yang lebih holistik dan tidak hanya berfokus pada penyediaan alat kontrasepsi.

“Akses mudah ke alat kontrasepsi juga dapat diartikan sebagai dorongan terhadap seks bebas,” timpalnya.

Merujuk dari itu, ia mendorong pentingnya ada pendidikan seks secara menyeluruh dalam mendampingi kebijakan ini. Selain pendidikan seks secara komprehensif, pun harus disertai dengan peran aktif orang tua dalam mengawasi pergaulan anak-anak mereka.

“Tanpa dukungan pendidikan dan pembinaan yang tepat, kebijakan ini berisiko menyebabkan dampak sosial negatif,” sebutnya.

Ia juga mengingatkan, kebijakan ini harus diimbangi dengan upaya preventif lainnya untuk mencegah dampak negatif yang mungkin timbul, seperti normalisasi perilaku seks bebas. Ia berharap agar pemerintah pusat melakukan kajian ulang terhadap PP Nomor 28 Tahun 2024.

Baca Juga:  Pembahasan Raperda Pembentukan Kelurahan Tertunda, Astuti: Tidak Penuhi Persyaratan

“Jika kebijakan ini diterapkan tanpa dukungan yang memadai, bisa berpotensi menimbulkan masalah sosial. Kebijakan ini perlu ditinjau kembali untuk memastikan bahwa tidak menimbulkan kesalahpahaman atau dampak negatif di masyarakat,” ungkapnya.

Oleh karena itu, ia mengimbau pemerintah pusat tidak serta merta mengeluarkan kebijakan tanpa mempertimbangkan dampak berkelanjutan yang akan terjadi di kalangan usia sekolah dan remaja.